--> <$BlogRSDUrl$>

Friday, October 29, 2010

1. *Translator*: One who converts a text from one language into another.
Translation can be organized in three dimensions: by approach, by field, and
by tools used.
2. *Interpreter*: One who orally translates a spoken message.
Interpreting is different from interpretation in that the former is the act
of orally translating spoken words into another language, while the latter
pertains more to a literary perspective where a person conveys his or her
own meaning and understanding. Interpreting can be categorized into setting
and delivery style.
3. *Terminologist*: One who is aimed at locating terms in order to
facilitate communication. The field of terminology refers to the technical
terms and expressions used in a specialized subject, but also to the
investigation of the terms in order to find the term that best represents
any given concept. Terminology management typically involves a system of
cataloguing, updating, retrieving, and managing terms to enable a consistent
use of terminology.
4. *Editor/Proofreader*: Usually one person or a team of people who
review the translated texts making grammatical and terminological revisions
including an awareness of the overall meaning of and cultural application of
the text. Editing and proofreading are two separate tasks that require a
certain degree of cross-language proficiency.
5. *Subtitler*: One who provides synchronized captions in the target
language for film and television dialogue. Subtitling is one of the two main
methods of language transfer used in translating types of mass audio-visual
communication. The other is dubbing, which is narrowly defined to be a
lip-sync process, designed to give the impression that the actors in the
film are actually speaking in the target language.
6. *Transcriptionist*: One who listens to the sounds and words of a
spoken message, usually on tape, and converts it into a written translation.
Generally, transcription refers to an interlingual transfer preserving forms
of original sounds, letters, or words unchanged in the target translation.
7. *Localizor*: One who takes a product and adapts it to a specific
locale, target market, or language group. Localization is strongly
associated with the software industry because it is one of the largest
consumers of localization services, but localization is also necessary in
other contexts. Internationalization is distinct from localization in that
it is the act of designing a product so that it can be easily adapted to
local markets.
8. *Lexicographer*: One who develops an entry or definition of a word,
term, or concept to be included in a monolingual or bilingual dictionary.
9. *Linguist*: One who is concerned with the exact equivalent of a unit
of the source translation text without referencing cultural or contextual
factors. Linguists write syntactic and grammatical rules for translation
programs. A linguist who has advanced computer programming knowledge and can
also design such a program is called a translation software designer.
10. *Project Manager*: One who oversees the process of translation,
remaining in contact with the client, acting as liaison between translating
team and client, managing all technical direction, supporting and tracking
the progress of the translation project.
11. *Language Engineer*: One who creates software that is easily adapted
into another language, making the localization process simpler. This method
involves organizing and implementing programs, templates, and scripts of
software or web pages so that the transition of a software program from one
language to the next is a smooth one. Knowledge of a foreign language is
useful.

Tuesday, October 12, 2010

Kenali produk zero-sum game
Oleh: Budi Frensidy

Dalam salah satu artikel di kolom ini 2 tahun lalu (Jangan bermimpi), saya menuliskan bahwa dalam memilih produk keuangan dan investasi, Anda harus realistis. Jangan percaya begitu saja jika ada pembicara seminar, motivator atau penasihat investasi yang menjanjikan return 20% per bulan.

Jangankan sebesar itu, investasi yang dapat memberikan keuntungan 50% per tahun secara konsisten saja di mata saya agak kurang masuk akal.

Sesekali untung mendekati 100% seperti yang saya alami tahun lalu setelah rugi sekitar 40% tahun sebelumnya dan sekitar 60% dalam tahun ini memang mungkin, tetapi tidak bisa terus-menerus.

Jika return 50% setahun itu benar-benar ada, uang Anda akan menjadi 57,7 kali lipat dalam 10 tahun. Dengan bermodalkan Rp10 juta, portofolio Anda menjadi Rp577 juta dan jika memulainya dengan Rp100 juta, dana Anda menjadi Rp5,77 miliar 10 tahun kemudian.

Kenali produk

Dalam berinvestasi, peganglah prinsip dasar investasi yang kedua, yang pernah saya tuliskan dalam artikel Memegang prinsip dasar investasi awal tahun lalu. Prinsip itu adalah Buy what you know and know what you buy.

Menurut Warren Buffett, jika kita memahami apa yang kita lakukan, hampir tidak ada risiko yang berarti. Contohnya, olahraga panjat tebing dan jet skiing berisiko buat sebagian besar dari kita, tetapi tidak buat yang terbiasa melakukannya.

Demikian juga dengan investasi. Semakin Anda tidak kenal suatu produk investasi, semakin besar risikonya. Semakin aneh return dan pola arus kasnya, semakin besar kemungkinan produk itu hanya menjual mimpi.

Banyak investor kita kenyataannya tidak dapat membedakan produk perbankan dengan reksa dana. Atau antara reksa dana dan discretionary fund sehingga tidak menerima nilai portofolionya turun naik atau dapat menguap habis untuk kasus discretionary fund.

Satu konsep penting untuk memahami produk investasi adalah mampu mengenali produk investasi yang zero-sum game dari yang bukan. Zero-sum game adalah produk keuangan yang nilainya selalu nol untuk dua pihak yang mengambil posisi berlawanan.

Ada pihak yang menang karena ada yang kalah. Ungkapan, "Senang melihat lawan susah dan susah melihat lawan senang" berlaku di sini. Sementara nonzero-sum game adalah permainan yang semuanya bisa menang.

Saham tidak masuk kelompok zero-sum game karena saham dapat membuat hampir semua pemain untung jika pasar sedang bullish atau sebaliknya, semuanya rugi saat pasar bearish pada 2008.

Ketika pasar bullish, yang membeli saham Rp500 dan menjualnya Rp700 senang. Demikian juga dengan yang membelinya di Rp700 karena harganya terus naik ke Rp900, misalnya.

Kejadian sebaliknya untuk kondisi bearish. Yang membeli Rp3.000 rugi ketika menjualnya di Rp2.500, sementara yang membelinya di harga itu juga menyesal karena harganya terus turun ke Rp2.000.

Bagaimana jika indeksnya bergerak turun-naik alias sideways? Dalam kondisi ini pun, saham tidak memenuhi zero-sum game karena saham memberikan dividen.

Hedging vs spekulasi

Ciri dari produk zero-sum game adalah kontrak antara dua pihak yang melakukannya bu-kan untuk hedging. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: Jika Anda membutuhkan US$ untuk membayar uang kuliah anak Anda di Amerika Serikat 6 bulan lagi, Anda punya tiga pilihan.

Pertama, membelinya 6 bulan lagi. Ini tentunya menimbulkan ketidakpastian nilai rupiah yang perlu disiapkan. Kedua, membeli US$ hari ini (spot) dan menyimpannya dalam tabungan atau deposito selama 6 bulan.

Jika dananya saat ini belum ada, alternatif lain untuk menghilangkan ketidakpastian adalah melakukan kontrak dengan bank besar untuk membeli US$ 6 bulan lagi pada nilai tukar yang disepakati sekarang. Kontrak itu disebut kontrak forward dan nilai tukar kontrak dinamakan forward rate.

Karena adanya kebutuhan, mengambil posisi dalam sebuah kontrak forward bukanlah spekulasi, melainkan tindakan hedging seperti asuransi. Sebaliknya, mengambil posisi beli (long) atau jual (short) dalam sebuah kontrak forward tanpa adanya kebutuhan kecuali ingin memperoleh keuntungan dari pergerakan nilai tukar di pasar adalah spekulasi atau zero-sum game.

Setiap keuntungan Anda adalah kerugian lawan. Aset yang ditransaksikan juga tidak mesti mata uang asing tetapi dapat juga indeks saham, tingkat bunga, indeks obligasi, dan lainnya.

Jika jumlah aset yang ditransaksikan dan jangka waktunya distandarkan agar dapat ditransaksikan di bursa dengan mudah, kontrak itu disebut futures.

Soal kontrak futures ini, saya terpaksa meluruskan pandangan salah seorang pembicara utama dalam sebuah seminar nasional di Bandung awal bulan ini. Menurut dia, ahli matematika mudah sekali menjadi kaya jika berinvestasi dalam futures index dan futures bond seperti yang dialami perusahaannya setahun terakhir.

Yang benar adalah pertama, kedua produk itu tidak ada di bursa kita. Kedua, return setahun belum cukup lama dan teruji untuk menyimpulkan konsistensi return. Ketiga dan yang terpenting, berinvestasi dalam futures index dan futures bond adalah transaksi zero-sum.

Kita tidak mungkin menang terus dan lawan kalah terus karena lawan pun akan belajar dari kesalahannya. Uang lawan pun sejatinya ada batasnya atau dapat saja mereka kapok bertransaksi dengan kita.

Saya katakan, "Presentasi Bapak tidak ber-beda dengan banyak seminar lain bertopik mega profit, mega options atau revolusi finansial yang sejatinya hanya menjual mimpi.

Logika keuangan mengajarkan kita tidak ada jalan pintas untuk menjadi miliarder. "Tip dari saya, hati-hati memahami nasihat pakar, pembicara seminar, kolumnis investasi. Tidak semua nasihat itu cocok untuk Anda. Knowledge is power and our most valuable asset as well."

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

..."I will never leave thee, nor forsake thee" (Hebrew 13:5)
 
  • Get Firefox!
     
    Bastian
                >